burung garuda tersebut mencengkeram suatu benda berbentuk pita yang bertuliskan BHINNEKA TUNGGAL IKA. Saya juga diajarkan sampai hafal diluar kepala bahwa arti kata tersebut adalah BERBEDA TETAPI TETAP SATU JUA. Waktu itu, saya mengartikan bahwa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku yang berbeda-beda budaya, bahasa, agama dan juga tinggal dalam berbagai pulau yang tersebar luas di seluruh nusantara. Berbagai macam suku dan budaya serta agama tersebut mempunyai hak dan kewajiban yang setara sebagai warga negara indonesia. Waktu itu, saya juga diajarkan bahwa keberagaman budaya nusantara merupakan kekayaan khasanah budaya nasional.
Waktu itu..
Semakin saya bertambah usia dan menginjak dewasa sekarang ini, sepertinya tulisan di kaki burung garuda tersebut semakin memudar. Keberagaman semakin tidak mendapat tempat di bumi nusantara tercinta ini. Begitu banyak perbedaan yang menjadi pembedaan di negara indonesia. Seolah-olah indonesia hanyalah milik sekelompok orang yang merasa dirinya adalah mayoritas di negara ini. Semakin terpinggirkan pula golongan yang tidak sama dengan mayoritas tadi. Mayoritas menganggap diri mereka adalah suara tuhan, dan kebenaran hanya ada pada diri mayoritas tersebut. Apakah ini karena didikan musyawarah mufakat dengan pegambilan keputusan yang didasarkan dari suara terbanyak, sehingga suara yang berbeda dengan mayoritas dianggap sebagai suara bukan rakyat.
Warna kulit, bentuk mata, jenis rambut dan logat hanyalah diskriminasi kecil yang didapat dalam pergaulan golongan yang berbeda dengan mayoritas, belum lagi cara menyembah tuhan dan pengenalan akan allah yang berbeda membuat golongan yang berbeda tersebut menjadi semakin terpinggirkan. Pembedaan membuat mayoritas berbuat sewenang-wenang terhadap minoritas. Bukan salah minoritas jika harus dilahirkan berbeda dengan mayoritas. Apakah hanya karena kulit yang berbeda, mata yang berbeda, rambut yang berbeda serta logat yang berbeda pula, sehingga minoritas selalu jadi bahan olok-olokan, bahkan tersingkirkan dalam setiap aspek kehidupan. Sejak lahir pembedaan itu melekat dalam diri minoritas, ketika remaja sampai dewasa, label minoritas tersebut semakin lekat, bahkan ketika matipun kaum minoritas ditolak untuk dikuburkan di tanah indonesia ini. Apakah memang tanah kuburan di indonesia ini pun sudah dikapling dan dipetak-petak hanya untuk kaum mayoritas saja. Lalu dimanakah kaum minoritas harus tinggal. Apakah jika mati, mayat minoritas harus ditenggelamkan saja kedalam laut supaya tidak menajiskan tanah kuburan mayoritas. Atau jangan-jangan, laut pun sudah diklaim sebagai milik mayoritas.
Ah, sudahlah. Tulisan inipun hanya lahir dari seorang yang biasa hidup dalam label minoritas. Sudah biasa sajalah jika tulisan ini hanya sebatas dianggap angin lalu. Karena indonesia bukanlah milik orang yang berbeda. Indonesia sudah menjadi milik mayoritas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar