COR MEUM TIBI OFFERO DOMINE, PROMPTE ET SINCERE

Jumat, 29 Juli 2011

Topeng Kekristenan

Roy Marten, Sheila Marcia, Sammy Kerispatih dan mungkin masih banyak lagi.. Menambah daftar artis kristiani yang tertangkap menggunakan narkoba. Suatu fenomena sesaat ataukah memang kekristenan sudah tidak bisa memberikan self control pada para penganutnya.. Kekristenan sebenarnya bukan hanya sekedar datang ibadah ke gereja, berdoa, baca kitab suci, persembahan.. Lebih dari itu, kekristenan sebenarnya adalah suatu life style, kekristenan adalah suatu gaya hidup, dimana para penganutnya mempunyai hidup yang sesuai dengan rel kehidupan yang ditetapkan Kristus sang Yesus.. Mungkinkah seseorang dapat disebut kristen -yang biasanya diartikan sebagai pengikut Kristus- jika dalam kehidupan mereka sehari-hari tidak menduplikat kehidupan Yesus sang Anak Manusia. Public figure diatas hanyalah fenomena gunung es tentang kebobrokan kekristenan saat ini. Dibawah mereka masih sangat banyak penganut kekristenan yang mempunyai gaya hidup jauh dari standart Kristus. Jadi apa yang harus kita lakukan saat ini..? Katakan kebenaran walau itu berarti ancaman kematian..!! Fight against sin for holines life..!!

AKU (BUKAN) ORANG INDONESIA

burung garuda tersebut mencengkeram suatu benda berbentuk pita yang bertuliskan BHINNEKA TUNGGAL IKA. Saya juga diajarkan sampai hafal diluar kepala bahwa arti kata tersebut adalah BERBEDA TETAPI TETAP SATU JUA. Waktu itu, saya mengartikan bahwa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku yang berbeda-beda budaya, bahasa, agama dan juga tinggal dalam berbagai pulau yang tersebar luas di seluruh nusantara. Berbagai macam suku dan budaya serta agama tersebut mempunyai hak dan kewajiban yang setara sebagai warga negara indonesia. Waktu itu, saya juga diajarkan bahwa keberagaman budaya nusantara merupakan kekayaan khasanah budaya nasional.

Waktu itu..

Semakin saya bertambah usia dan menginjak dewasa sekarang ini, sepertinya tulisan di kaki burung garuda tersebut semakin memudar. Keberagaman semakin tidak mendapat tempat di bumi nusantara tercinta ini. Begitu banyak perbedaan yang menjadi pembedaan di negara indonesia. Seolah-olah indonesia hanyalah milik sekelompok orang yang merasa dirinya adalah mayoritas di negara ini. Semakin terpinggirkan pula golongan yang tidak sama dengan mayoritas tadi. Mayoritas menganggap diri mereka adalah suara tuhan, dan kebenaran hanya ada pada diri mayoritas tersebut. Apakah ini karena didikan musyawarah mufakat dengan pegambilan keputusan yang didasarkan dari suara terbanyak, sehingga suara yang berbeda dengan mayoritas dianggap sebagai suara bukan rakyat.

Warna kulit, bentuk mata, jenis rambut dan logat hanyalah diskriminasi kecil yang didapat dalam pergaulan golongan yang berbeda dengan mayoritas, belum lagi cara menyembah tuhan dan pengenalan akan allah yang berbeda membuat golongan yang berbeda tersebut menjadi semakin terpinggirkan. Pembedaan membuat mayoritas berbuat sewenang-wenang terhadap minoritas. Bukan salah minoritas jika harus dilahirkan berbeda dengan mayoritas. Apakah hanya karena kulit yang berbeda, mata yang berbeda, rambut yang berbeda serta logat yang berbeda pula, sehingga minoritas selalu jadi bahan olok-olokan, bahkan tersingkirkan dalam setiap aspek kehidupan. Sejak lahir pembedaan itu melekat dalam diri minoritas, ketika remaja sampai dewasa, label minoritas tersebut semakin lekat, bahkan ketika matipun kaum minoritas ditolak untuk dikuburkan di tanah indonesia ini. Apakah memang tanah kuburan di indonesia ini pun sudah dikapling dan dipetak-petak hanya untuk kaum mayoritas saja. Lalu dimanakah kaum minoritas harus tinggal. Apakah jika mati, mayat minoritas harus ditenggelamkan saja kedalam laut supaya tidak menajiskan tanah kuburan mayoritas. Atau jangan-jangan, laut pun sudah diklaim sebagai milik mayoritas.

Ah, sudahlah. Tulisan inipun hanya lahir dari seorang yang biasa hidup dalam label minoritas. Sudah biasa sajalah jika tulisan ini hanya sebatas dianggap angin lalu. Karena indonesia bukanlah milik orang yang berbeda. Indonesia sudah menjadi milik mayoritas.

Eksegesa atau Eisegesa

Eksegesa atau Eisegesa ? suatu kata yang bagi sebagian orang terasa aneh di telinga atau mungkin juga aneh pada mata para pembaca sekalian. Sebenarnya kedua kata ini bukan suatu yang aneh atau bukan yang seharusnya menjadi aneh bagi sebagian orang yang menganggap diri Hamba Tuhan. Sebelum kita belajar lebih lanjut tentang kedua kata ini mari kita berusaha untuk memahami kenapa kedua kata ini menjadi pertentangan atau menjadi hal yang harus dipertentangkan.

Pengkhotbah merupakan sebutan yang dipakai untuk menyebut orang yang dipilih oleh ALLAH untuk menyampaikan FirmanNya atau dengan kata lain Pengkhotbah dipakai untuk menyebut orang yang dipilih ALLAH untuk menjadi penyambung lidah ALLAH kepada UmatNya. Sebagai orang yang dipilih ALLAH untuk menyampaikan FirmanNya, tentunya para pengkhotbah harus mampu dengan tepat menyampaikan apa yang menjadi kehendak ALLAh kepada umatNYa, bukan hanya sekedar mengatakan apa yang menjadi maunya pengkhotbah tersebut atau bukan hanya menjadi suatu cara untuk menyampaikan maksud-maksud atau tujuan tertentu dari pribadi si pengkhotbah. Secara garis besar ada dua type pengkhotbah yang menggali Firman Tuhan yang akan disampaikannya kepada jemaat.

Yang pertama adalah Eisegesa yang berasal dari kata Yunani Eis yang artinya Masuk. Jadi Eisegesa mempunyai arti ketika Pengkhotbah menafsirkan Firman Allah dia sudah mempunyai ide-ide tertentu kemudian baru mencari ayat-ayat tertentu dalam Alkitab yang sesuai dengan idenya sehingga dapat dipergunakan untuk mendukung ide-ide pengkhotbah tersebut. Dengan kata lain dalam menafsirkan Alkitab Pengkhotbah memasukkan ide-ide pribadi kedalam Alkitab. Sebagai contoh : seorang pengkhotbah (sebut saja namanya) Mister X. akan berkhotbah di suatu Gereja Y, dia berpikir apa yang akan dikhotbahkannya nanti. Muncullah ide dalam pikirannya (yang biasanya disamakan dengan Suara roh kudus), kemudian pengkhotbah ini mencari ayat-ayat dalam Alkitab yang akan dipakai untuk mendukung ide-idenya tersebut. Pengkhotbah ini memakai gaya menafsirkan Alkitab yang bernama Eisegesa.

Yang kedua adalah Eksegesa yang berasal dari bahasa Yunani Ek yang artinya Keluar. Dari kata ini meuncullah satu arti dari eksegesa yaitu mengeluarkan arti yang ada di Alkitab untuk ditafsirkan sesuai konteks penulisan Alkitab dan menyampaikan kedalam bahasa jemaat pada saat dia berkhotbah. Sebagai contoh : seorang pengkhotbah bernama Mister X diundang berkhotbah di gereja Y, supaya dia dapat menyampaikan firman Tuhan dengan baik dan benar maka dia membaca Alkitab, lalu menafsirkan ayat-ayat yang dibacanya sesuai dengan konteks penulisan ayat tersebut kemudian berusaha untuk menyampaikan khotbahnya kedalam bahasa yang lazim dipakai di kalangan jemaat dimana dia menyampaikan khotbah tersebut. Dengan demikian pengkhotbah ini memakai metode eksegesa untuk menafsirkan Alkitab Firman Tuhan.

Kedua metode penafsiran Alkitab tersebut sekilas merupakan satu hal yang sama-sama benar dan banyak mempunyai pendukung yang hampir sama besar. Tapi mari kita melihat kelebihan dan kekurangan dari kedua sistem tersebut supaya seandainya kita dipilih Allah untuk menyampaikan FirmanNya kita tidak akan dituntutNya karena mencampuri rencana Allah dengan ide-ide kita.

Eisegesa

Kelebihan : waktu persiapan khotbah lebih pendek karena sudah ada ide.

Kekurangan : sulit untuk menafsirkan teks Alkitab sesuai dengan konteks pada saat penulisan Alkitab sehingga sulit untuk memahami apa maksud dari penulisan ayat tersebut.

Eksegesa

Kelebihan : khotbah akan mendekati penafsiran asli karena berusaha memahami ayat dengan pemikiran yang belum dipengaruhi ide-ide pribadi pengkhotbah.

Kekurangan : waktu persiapan yang lebih lama dibanding dengan Metode Eisegesa, karena membutuhkan persiapan yang lebih teliti dalam menafsirkan Alkitab dengan melihat berbagai pendukung.



Pendukung metode eisegesa biasanya beranggapan bahwa ide-ide yang keluar dari pikirannya adalah suara Roh kudus. Di hadapan jemaat, mereka tidak mau mengakui bahwa ide-ide mereka merupakan hasil pemikiran mereka sendiri. Metode seperti ini akan menghasilkan satu penafsiran yang tidak murni Alkitabiah karena sudah mencampuri hal-hal Ilahi dengan pemikiran manusia. Biasanya muncullah penafsiran yang menjurus kepada Alegoris (merohanikan segala sesuatu tanpa melihat suatu teks dari konteksnya).

Metode Eksegesa akan membaca suatu nats kemudian berusaha mengerti arti maksud dan tujuan nats tersebut dengan belajar melalui suatu studi yang mendalam melalui antara lain ; Latar belakang dan latar depan penulisan, waktu, tempat dan tujuan penulisan serta berusaha mengerti arti ayat tersebut dengan melalui bahasa Asli Alkitab. Memang penafsiran dengan menggunakan metode Eksegesa akan memakan waktu lebih banyak tetapi dengan belajar lebih teliti dan mendalam dengan disertai bimbingan Roh Kudus tentunya akan menghasilkan satu khotbah yang sesuai dengan kehendak Allah kemudian baru pengkhotbah menyampaikan khotbah dalam bahasa jemaat. Dengan metode penafsiran eksegesa kita juga dapat mengerti saat-saat dimana kita harus menafsirkan secara tipologis (Menafsirkan nats dengan memakai bahasa lambang), literal (menafsirkan Nats sesuai dengan arti yang nampak) atau hasil-hasil yang lain.

Banyak hamba Tuhan yang karena terlalu banyaknya undangan untuk menyampaikan Firman Tuhan sehingga waktu untuk belajar Firman Tuhan menjadi berkurang, dengan demikian kebutuhan untuk menafsirkan Firman Tuhan semakin berkurang pula. Hal yang sebenarnya menurut ukuran manusia adalah biasa ketika dalam berkurangnya waktu para pengkhotbah juga berusaha secara instant untuk menggali Alkitab. Tetapi kita hidup bukan dalam kehidupan yang biasa. Kita hidup dalam waktu Tuhan yang menuntut kita secara luar biasa untun bekerja sebagai penyambung lidah Allah. Adalah suatu hal yang perlu disayangkan ketika orang-orang yang menganggap dirinya penyambung lidah Allah (Pendeta, Pengkhotbah) apabila mereka menafsirkan apa yang menjadi kehendak Allah yang tertulis yaitu Alkitab secara sembarangan. Bukankah orang yang kepadanya dipercayakan banyak hal, kepadanya pula dituntut hal yang lebih banyak daripada orang yang dipercayakan sedikit. Demikian pula sangatlah aneh apabila para penyambung lidah Allah tersebut berbuat hal yang menyakitkan dengan tidak bertanggung jawab dalam menyampaikan Firman Tuhan kepada jemaat yang notabene adalah domba-domba Allah yang dititipkan kepada mereka, para pengkhotbah tersebut.
Pembaca yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus, zaman semakin jahat dan tidak akan bertambah baik melainkan semakin dan semakin jahat. Kalau kita tidak membawa jemaat kedalam pengertian yang benar akan Firman Tuhan, maka ketika nanti ada domba yang tersesat, kepada kitalah Allah Hakim yang maha adil tersebut akan meminta pertanggungjawaban. Jangan pernah puas saat jemaat menangis ketika mendengar khotbah kita. Jangan hanya puas saat jemaat memuji kita karena khotbah kita yang baik. Dan jangan hanya puas saat kita mampu menyampaikan khotbah yang membius jemaat sehingga mereka seolah-olah dijamah oleh Roh Kudus padahal hal itu hanyalah permainan emosi sesaat. Tetapi berpuas dirilah ketika nama Tuhan dimuliakan dalam setiap khotbah yang kita sampaikan.